Laporan konversi non-absorbing analit menjadi absorbing derivative


percobaan konversi non-absorbing analit menjadi absorbing derivative

      I.            TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya percobaan konversi non-absorbing analit menjadi absorbing derivate adalah untuk dapat menentukan kadar zat bukan kromofor menggunakan metode spektrofotometri visible.

   II.            PRINSIP UMUM
Sinar uv-vis hanya melibatkan transisi elektron dari p ke p* dan n ke p* sehingga senyawa yang dapat menunjukkan sifat absortivitasnya pada daerah ini hanya senyawa-senyawa yang memiliki transisi elektron dari p ke p* dan n ke p* saja. Radiasi di daerah uv-vis diserap melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan antar atom di dalam suatu struktur molekuler menjadi keadaan energi yang lebih tinggi (Watson, 2005). Senyawa-senyawa yang memiliki transisi elektron dari p ke p* dan n ke p* merupakan senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap dengan panjang gelombang (l) >200 nm atau dengan kata lain senyawa tersebut memiliki gugus kromofor.
Bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah UV dan daerah sinar tampak dinyatakan sebagai kromofor (Roth dan Blaschke, 1985). Kromofor merupakan suatu gugus kovalen bertanggung jawab untuk serapan elektronik (Silverstein dkk, 1981). Menurut Gandjar dan Rohman, kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Ada beberapa jenis kromofor sederhana, yaitu :
·        Ikatan ganda antara 2 atom yang tidak memiliki pasangan elektron bebas.
Contoh :                C = C
·        Ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas
Contoh :           C = O
            Beberapa contoh kromofor organik, antara lain : alken, alkin, karbonil, karboksil, amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu, benzena juga merupakan salah satu kromofor organik yang paling umum ditemukan di dalam molekul obat (Watson, 2005).
            Jika terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada struktur dalam konjugasi (yaitu dua ikatan rangkap atau lebih dalam suatu seri yang dipisahkan oleh satu ikatan tunggal), serapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang dan dengan intensitas yang lebih besar (Watson, 2005).
            Gugus ausokrom adalah suatu gugus jenuh dengan elektron tidak terikat dimana bila menempel kepada suatu kromofor, merubah baik panjang gelombang dan intensitas dari serapan (Silverstein dkk, 1981). Suatu ausokrom merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti –OH, -O; -NH2 dan –OCH3 yang memberikan transisi n à π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergerseran merah = pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Gandjar dan Rohman, 2007). Sistem kromofor dan ausokrom memberikan dasar untuk serapan radiasi UV dari banyak obat (Watson, 2005).
Suatu zat atau senyawa yang bukan kromofor dapat direaksikan dengan zat lain yang menghasilkan suatu kromofor sehingga dapat dianalisis dengan spektofotometri uv-visibel (Widjaja dan Laksmiani, 2009).
Hanya ada beberapa unsur yang memiliki absortivitas cukup besar untuk dapat ditentukan secara langsung dengan spektrometri molekuler. Sedangkan unsur yang lain dapat dikonversi ke derivative-nya yang memiliki absortivitas jauh lebih tinggi (Wiryawan dkk., 2008).
Perubahan keadaan oksidasi, atau pembentukan suatu komplek, dapat merubah unsur analit non-absorbing menjadi derivatif absorbing. Sebagai contoh Mn2+ yang berwarna merah muda (sangat) pucat dapat dioksidasi dengan menggunakan periodat atau persulfat menjadi MnO4- yang dapat ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak. Ion Fe2+ akan membentuk senyawa komplek orange-merah dengan 1, 10-fenantrolin, sementara Fe3+ dan Co2+ keduanya dapat membentuk senyawa komplek dengan SCN- (Wiryawan dkk., 2008).
Reaksi umum :


 

analit non-absorbing    +    reagen                        absorbing derivative

Larutan analit (baik standar atau yang belum diketahui) direaksikan dengan reagen yang sesuai. Absorbansi dari absorbing derivative inilah yang diukur absorbansinya, bukan larutan analit asal (Wiryawan dkk., 2008).
Metode ini memerlukan tiga persyaratan agar diperoleh hasil yang akurat dan teliti :
a.       Reaksi harus kuantitatif (yakni memiliki konstanta keseimbangan yang besar) sehingga seluruh analit dapat diubah menjadi absorbing derivative,
b.      Reagen yang digunakan harus tidak menyerap pada panjang gelombang dimana derivative yang dihasilkan menyerap,
c.       Absorbing derivative yang dihasilkan harus memenuhi Hukum Beer (Wiryawan dkk., 2008).
Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
·        Reaksinya selektif dan sensitive.
·        Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel (ajeg).
·        Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.
Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH,pemakaian masking agent , atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan :

(A = e . b . c)

            Absorptivitas (e) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
            Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A = e . b . c.
                                   absorbansi (A)


 


                                                                          
konsentrasi (c)
Gambar 1. Kurva Kalibrasi

Kemiringan garis setara dengan e . b, dan karena b merupakan tebal kuvet, maka nilai e atau absorptivitas dapat dihitung (Gandjar dan Rohman, 2007).






















 III.            pelaksanaan Percobaan :
  1. Larutan stok Fe3+
Dibuat larutan stok FeCl3 0,3 M dengan pengenceran 1000 kali.
  1. Larutan Stok Asam Salisilat
Sebanyak 40 mg asam salisilat dilarutkan dalam aquadest hingga 100 mL.
  1. Dibuat 5 larutan kompeks besi (III) salisilat dengan berbagai konsentrasi siap ukur
·        Dipipet 0,5;1;1,5;2;2,5 mL larutan stok FeCl3, ditambahkan sampai 10 mL larutan salisilat.
  1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Besi (III) Salisilat
Dari 5 variasi kadar larutan stok tersebut diambil 1 larutan stok dengan kadar tertentu untuk menentukan panjang gelombang maksimumnya.
  1. Dibuat kurva kalibrasi dari larutan standar kompleks Besi (III) Salisilat
·        Diukur nilai absorbansi dari kelima larutan kompleks Besi (III) Salisilat dengan konsentrasi yang berbeda pada panjang gelombang maksimumnya
·        Dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan regresi linear y=bx+a, y= nilai absorbansi; x= kadar dari FeCl3
  1. Penentuan kadar FeCl3 pada sampel
·        Satu  mL larutan sampel FeCl3 ditambahkan sampai 10 mL larutan asam salisilat ad 25 mL aquadest
·        Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
·        Kadar sampel ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansinya pada persamaan regresi linear kurva kalibrasinya







IV.            DATA PENGAMATAN
Tabel 1 adalah pengamatan terhadap Absorbansi pada  Panjang gelombang 300 nm-400nm


Λ (nm)
Absorbansi FeCl3 0,5mL
Absorbansi FeCl3 1,0mL
Absorbansi FeCl3 1,5mL
Absorbansi FeCl3 2,0mL
Absorbansi FeCl3 2,5mL
Absorbansi FeCl3 2,25mL
300
0,061





303
0,074





306
0,072





309
0,076





312
0,080





315
0,078





318
0,047





321
0,024





324
0,031





327
0,063





330
0,087





333
0,103





336
0,113





338
0,113
0,268
0,389
0,610
0,819
0,743
339
0,113





342
0,112





345
0,110





348
0,109





351
0,107





354
0,104





357
0,100





360
0,096





363
0,092





366
0,088





369
0,085





372
0,082





375
0,080





378
0,077





381
0,074





384
0,070





387
0,066





390
0,064





393
0,062





396
0,060





399
0,059


























     V.            PERHITUNGAN
1.       Penentuan konsentrasi larutan stok Fecl3 :
Diketahui :
            C larutan stok = 0,3 M
            Faktor pengenceran =1000
Ditanyaanya
            Konsentrasi larutan stok FeCl3 :…?
Jawab :
            C larutan stok 2= C larutan stok 1
                                    = 0,3 /1000
                                    =3.10-4 M
                                    = 3.10-4  mol/ L. 162,2 gr/mol
                                    =4,866.10-2 mg/ml

2.       Penentuan Konsentrasi  larutan baku

Diketahui :
            C larutan stok FeCl3      = 4,866.10-2 mg/mL
                V  larutan stok FeCl3       = 0,5 mL
            V  larutan baku FeCl3    = 10 mL
Ditanya :
            C larutan baku  FeCl3    = …?
Jawab :
 Volume FeCl30,5 mL
 C larutan baku  FeCl3  x V  larutan baku FeCl3    = C larutan stok FeCl3 x V  larutan stok FeCl3    
C x 10 mL = 4,866.10-2 mg/mL  x 0,5 mL
                                                                       = 2,433. 10-3 mg/mL
Dengan cara yang sama didapatkan  hasil :

V larutan yang dipipet (mL)
Konsentrasi (mg/mL)
0,5
2,433. 10-3
1,0
4,866 .10-3
1,5
7,299. 10-3
2,0
9,732. 10-3
2,5
1,2165 . 10-2


3.       Penentuan C larutan baku ( dalam bentuk Molaritas )
Diketahui :
            C larutan stok FeCl3      = 2,433. 10-3 mg/mL
                BM FeCl3                     = 162,2 gram /mol
Ditanya :
            C larutan baku  FeCl3    = …?
Jawab :
            Molaritas larutan baku  =
                                             =
                                             = 1,5 . 10-5  M





 Dengan cara yang sama didapatkan hasil yaitu :
V larutan yang dipipet (mL)
Konsentrasi (M)
0,5
1,5 . 10-5  
1,0
 3,0 . 10-5
1,5
4,5 . 10-5
2,0
 6,0 . 10-5
2,5
 7,5 . 10-5


4.       Nilai absorbansi dari kelima larutan komplek Besi (III) Salisilat :

Konsentrasi (M)
Absorbansi
1,5 . 10-5  
0,113
 3,0 . 10-5
1,268
4,5 . 10-5
0,389
 6,0 . 10-5
0,610
 7,5 . 10-5
0,819




5.       Perhitungan  kadar sampel Besi (III) Salisilat :

Diketahui :
               Absorbansi sampel                :  0,743
               Persamaan regresi                :  y = 11693,33 x +0,0864

Ditanya :
               Kadar sampel  Besi (III) Salisilat : …..?

Jawab :

               Kadar          =   
                                =
                                =
                                = 7,0929 .10-5 M



















VI.            PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar zat bukan kromofor yaitu FeCl3 dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-vis. Untuk dapat dideteksi menggunakan spektrofotometer UV-vis suatu senyawa perlu memiliki suatu kromofor, yaitu gugus-gugus atau atom-atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak, penyerapan tersebut dapat terjadi karena adanya transisi ππ*  dan nπ*. Perubahan keadaan oksidasi, atau pembentukan suatu komplek, dapat merubah unsur analit non-absorbing menjadi derivatif absorbing.
Analit non-absorbing + Reagen                   Absorbing derivative
Dalam praktikum ini digunakan suatu zat yang bukan kromofor yaitu larutan FeCl3 dengan konsentrasi 3. 10-4 M  yang direaksikan dengan zat lain yang menghasilkan suatu kromofor yaitu asam salisilat sebanyak 40 mg yang dilarutkan dalam 100 mL air sehingga dapat dianalisis dengan metode spektofotometri Uv-vis. Apabila larutan FeCl3 yang berwarna kuning direaksikan dengan asam salisilat yang berwarna jernih akan terjadi suatu interaksi antara asam salisilat dengan FeCl3 sehingga terbentuk komplek Besi (III) salisilat yang berwarna ungu atau violet yang merupakan suatu warna komplementer. Bentuk rekasi yang terjadi yaitu :
Untitled

UntitledUntitledFeCl3       +    3                                                                                                            + 3HCl

                    
Pertama-tama pada praktikum ini dibuat larutan kompleks Besi (III) salisilat dengan lima buah variasi konsentrasi berbeda yaitu dengan memipet sebanyak 0,5 mL;1,0 mL; 1,5 mL; 2,0 mL; 2,5 mL larutan FeCl3 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan asam salisilat sampai tanda batas.  Jumlah asam salisilat yang diperlukan agak berlebih karena dari persamaan diatas diperlukan jumlah asam salisilat adalah 3 kali lebih banyak dari jumlah FeCl3 sehingga semuaion Fe3+ pada larutan dapat membentuk kompleks Besi(III)Salisilat.  Setelah pencampuran ini, larutan didiamkan selama ±30 menit dengan tujuan agar reaksi yang terjadi lebih sempurna dengan terbentuknya kompleks yang sempurna. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum kompleks Besi(III) Salisilat. Penggunaan panjang gelombang maksimum ini karena pada panjang gelombang maksimum akan diperoleh kepekaan yang maksimal sehingga perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu,karena disekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut Hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Dan juga karena pada  penggunaan panjang gelombang maksimum maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil jika dilakukan pengukuran ulang.
Pada penentuan panjang gelombang  maksimum dari kompleks Besi (III) Salisilat diambil salah satu larutan stok dengan konsentrasi dari 5 variasi kadar yang telah dibuat sebelumnya dan diukur absorbansi pada λ 300 -450 nm. Pada pengukuran absorbansi ini praktikan hanya menggunakan λ300-400nm karena pada panjang gelombang tersebut telah didapatkan absorbansi maksimum, adapun sampel yang digunakan pada saat penentuan absorbansi ini adalah sampel dengan kandungan FeCl3 sebanyak 0,5 mL. Setelah langkah tersebut didapatkan data bahwa panjang gelombang kompleks Besi(III)Salisilat terdapat pada rentang 336-339 nm, sehingga praktikan melakukan pengukuran ulang panjang gelombang dengan rentang yang lebih spesifik sehingga didapatkan panjang gelombang maksimumnya yaitu 338 nm.  Menurut literatur panjang gelombang maksimum kompleks besi (III) salisilat berada pada rentang l 570 – 585 nm (Fessenden dan Fessenden, 1986 ), penyimpangan data yang didapat mungkin disebabkan oleh asam salisilat tersebut. Asam salisilat merupakan suatu kromofor dengan isomer orto yang pada umumnya menyerap pada panjang gelombang terpendek dengan Єmaks yang dikurangi. Akibatnya terjadi suatu interaksi ruang antara sisipan orto yang secara efektif menurunkan hiperkonjugasi. Sisipan yang besar pada letak orto dari molekul yang ada pada asam salisilat akan  menyebabkan suatu geseran hipsokromik ( pergeseran kepanjang gelombang yang lebih pendek ) di dalam pita E2 selain itu penyimpangan yang terjadi mungkin disebabkan oleh penggantian pita E dari gugus ganti auksokromik pada benzene sehingga menyebabkan kekeliruan dalam menafsirkan spectra ultra ungu. Selain itu penyimpangan disebabkan pula karena adanya perubahan metode yang digunakan seperti perubahan volume larutan yang digunakan. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi dari kelima larutan stok pada panjang gelombang maksimum  yaitu 338 nm kemudian dari data absorbansi kelima larutan baku dan kadar FeCl3 pada larutan baku dibuat kurva kalibrasi besi (III) salisilat. Dari percobaan diperoleh data sebagai berikut :


Absorbansi 0,5 ml FeCl3 dalam kompleks besi (III) salisilat = 0,113
Absorbansi 1,0 ml FeCl3 dalam kompleks besi (III) salisilat = 0,268
Absorbansi 1,5 ml FeCl3 dalam kompleks besi (III) salisilat = 0,389
Absorbansi 2,0 ml FeCl3 dalam kompleks besi (III) salisilat = 0,610
Absorbansi  2,5 ml FeCl3 dalam kompleks besi (III) salisilat = 0,819
Sehingga kurva baku dapat dibuat sesuai gambar dibawah ini :


            Selanjutnya dibuat persamaan regresi liniernya sehingga didapatkan persamaan regresi linier dari komplek Besi(III) Salisilat yaitu : y =  11693,33 x +0,0864 dengan selang kepercayaan sebesar 0,987. Kemudian dari persamaan regresi linier dapat diukur besarnya konsentrasi sampel pada panjang gelombang maksimum 338 nm yaitu 7,0929 .10-5 M dengan nilai absorbansi sebesar 0,743.


VII.            KESIMPULAN
Kadar FeCl 3 dalam sampel yaitu  7,0929 .10-5 M dengan nilai absorbansi sebesar 0,743.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, Ibnu Gholib., Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fessenden,R. dan J. Fessenden. 1986. Kimia Organik edisi ketiga. Jakarta : Erlangga

Rot,Hermann J.,dan Gottfried Balsschke . 1985 . Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Silverstein, R. M., G. C. Bassler, T. C. Moril. 1981. Penyidikan Spektrometri Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga.
Widjaja, I.N.K., dan N. P. L. Laksmiani. 2009. Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko Kimia. Jimbaran : Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana.
Watson , David G. 2005 . Analisis Farmasi .Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Wiryawan, Adam., dkk. 2008. Kimia Analitik
Avaible at : http://202.90.195.156/bse/smk/smk%20KimiaAnalitik%20AdamWiryawan.pdf
Opened : 27 November 2009


1 komentar:

Anonim mengatakan...

mas,itu hilang2 gitu kaya sinyal pas ujan aja tulisanya
apa lg pas d bagian perhitungan

Posting Komentar

 
;